PENGEMBANGAN TES SEBAGAI INSTRUMEN
EVALUASI
A. PENDAHULUAN
Proses
terakhir dalam kegiatan organisasi adalah penilaian atau evaluasi. evaluasi
adalah kegiatan penilaian dan pengukuran yang berupa kegiatan mengumpulkan dan
mengolah informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu
keputusan untuk langkah berikutnya.
Proses
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan, tujuan tersebut
dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa
setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan pengajaran serta kualitas proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan, perlu dilakukan suatu usaha penilaian atau evaluasi terhadap
hasil belajar siswa. Kegunaan evaluasi dalam proses pendidikan adalah untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan pelajaran yang telah
ditetapkan, juga dapat mengetahui bagian-bagian mana dari program pengajaran
yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Salah satu cara yang digunakan dalam
evaluasi diantaranya dengan menggunakan teknik pengumpulan data tes, melalui
tes kita dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima pelajaran
yang telah diberikan.
Dalam merancang
penilaian, pendidik dapat
melakukannya dengan cara, yakni: (1) mencermati silabus dan
sistem penilaian yang sudah ada, (2)
menyusun sistem penilaian dengan KBK berdasarkan silabus dan sistem
penilaian yang telah disusun, (3) menentukan bobot masing-masing jenis tagihan,
dan (4) menyusun rancangan sistem penilaian dengan KBK. Rancangan penilaian ini
diinformasikan kepada siswa pada
awal pertemuan (awal semester). Dengan demikian sistem penilaian
yang dilakukan guru semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip-prinsip
penilaian.
Tahapan
pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan tujuan, menentukan
desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data,
analisis dan interpretasi dan tindak lanjut. Instrumen evaluasi hasil belajar
untuk memperoleh informasi deskriptif dan/atau informasi judgemantal dapat
berwujud tes maupun non-test. Tes dapat berbentuk obyektif atau uraian; sedang
non-tes dapat berbentuk lembar pengamatan atau kuesioner. Tes obyektif dapat
berbentuk jawaban singkat, benarsalah, menjodohkan dan pilihan ganda dengan
berbagai variasi : biasa, hubungan antar hal, kompleks, analisis kasus, grafik
dan gambar tabel. Untuk tes uraia yang juga disebut dengan tes subyektif dapat
berbentuk tes uraian bebas, bebas terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk
penyusunan instrumen tes atau nontes, seorang guru harus mengacu pada pedoman
penyusunan masing-masing jenis dan bentuk tes atau non tes agar instrumen yang
disusun memenuhi syarat instrumen. yang baik, minimal syarat pokok instrumen
yang baik, yaitu valid (sah) dan reliable (dapat dipercaya).
B. PENGERTIAN
DAN JENIS TES SEBAGAI INSTRUMEN ASESMEN
1. Pengertian
Tes
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab,
pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek
tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut
adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu
“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain
seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi
dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah
instrumen yang dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan
menemukan peserta Tes yang memenuhi
kriteria tertentu. Cronbach (dalam
Azwar, 2005) mendefinisikan tes
sebagai “a systematic
procedure for observing a
person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or
category system”.
Menurut
Ebster’s Collegiate (dalam Arikunto, 1995), tes adalah serangkaian pertanyaan
atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok. Dari dua definisi tersebut dan uraian lebih jauh tentang itu
dapat ditarik pengertian bahwa: (1) tes
adalah prosedur pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis, untuk
mengukur atribut tertentu, dilakukan dengan prosedur administrasi
dan pemberian angka
yang jelas dan
spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi
yang relatif sama; (2) tes pada umumnya berisi sampel perilaku, cakupan
butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya, yang
secara keseluruhan mungkin mustahil dapat tercakup dalam tes, sehingga tes
harus dapat mewakili kawasan (domain) perilaku yang diukur, untuk itu perlu
pembatasan yang jelas; (3) tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang
diketahui atau apa yang dipelajari dengan cara menjawab atau mengerjakan
tugas dalam tes. Respon subjek atas tes
merupakan perilaku yang ingin diketahui dari penyelenggaraan tes, karena tes
memang mengukur perilaku, sebagai manifestasi atribut psikologis yang mau diukur.
Tes
pada dasarnya adalah alat ukur atribut psikologis yang objektif atas sampel
perilaku tertentu. Dalam psikologi, tes dapat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu: (1) tes yang mengukur
intelegensia umum yang
dirancang untuk mengukur kemampuan umum seseorang dalam suatu
tugas; (2) tes yang mengukur kemampuan khusus atau tes bakat yang dibuat untuk
mengungkap kemampuan potensial dalam bidang tertentu; (3) tes yang ditujukan untuk mengukur
prestasi yang digunakan untuk
mengungkapkan kemampuan aktual
sebagai hasil belajar; (4)
tes yang mengungkap aspek kepribadian
(personality assesment) yang bertujuan mengungkap karakteristik individual
subjek dalam aspek
yang diukur. Dengan
melihat penggolongan di atas, tes
dalam pembelajaran di kelas yang menjadi pembahasan ini adalah tes
prestasi atau hasil belajar. Tes sebagai alat ukur dapat menyediakan
informasi-informasi obyektif yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan
keputusan yang harus diambil pendidik terhadap proses dan hasil belajar yang
dilakukan siswa dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu:
a.
Keputusan
yang diambil pada pemulaan proses pembelajaran
Penggunaan
tes sebagai dasar pengambilan keputusan pada permulaan proses pembelajaran
bermuara pada dua pertanyaan yang harus dijawab oleh pendidik sebelum memulai proses
pembelajaran yaitu; (1) sejauh manakah
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa
sebelum mengikuti proses pembelajaran yang berupa kemampuan awal yang diperlukan
untuk mengikuti proses pembelajaran, (2) sejauhmanakah kemampuan dan
keterampilan yang telah dicapai peserta didik terhadap pembelajaran yang direncanakan. Keduanya akan menentukan
keputusan guru dalam merancang materi dan metode pembelajaran yang direncanakan.
b.
Keputusan
selama proses pembelajaran
Tes dapat
pula digunakan selama
proses pembelajaran (tes
formatif). Tes formatif dapat diberikan baik dalam bentuk tes tulis
maupun tes lisan, baik dengan jawaban uraian maupun tes obyektif.
c.
Keputusan-keputusan
pada akhir pembelajaran
Tes formatif
yang diberikan guru
pada akhir pembelajaran
ditujukan untuk mengetahui apakah
kompetensi dasar yang dirumuskan dalam program pembelajaran (satuan pembelajaran)
telah tercapai atau belum. Jadi,
fungsi tes pada
akhir pembelajaran adalah untuk mengukur daya serap siswa pada materi
pembelajaran. Sehingga guru dapat merencanakan tindak lanjut terhadap rencana,
proses, media, metode, dan suasana pembelajaran. Seperti penilaian selama proses
keputusan akhir pembelajaran dapat berasal dari informasi tes obyektif atau tes
subyektif.
2. Jenis-jenis Tes
Pada jenis-jenis tes, ada lima jenis atau
cara pembagian yaitu:
a.
Pembagian
jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan.
b.
Jenis
tes berdasarkan waktu penyelenggaraan.
c.
Pembagian
jenis tes berdasarkan cara mengerjakan.
d.
Pembagian
jenis tes berdasarkan cara penyusunan.
e.
Pembagian
jenis tes berdasarkan bentuk jawaban.
C. LANGKAH-LANGKAH
MENYUSUN TES
proses
pengukuran merupakan proses kuantifikasi terhadap atribut, benda atau gejala
tertentu. Proses pengukuran diharapkan dapat menghasilkan data yang valid dan
akurat sehingga harus dilakukan secara
terencana dan sistematis. Pengukuran
berbagai atribut
yang berupa benda ataupun aspek-aspek phisik seperti mengukur tinggi bangunan,
mengukur tinggi bangunan imbang beras, mengukur tinggi badan, berat badan, luas
tanah, suhu udara, ataupun kecepatan motor sangat mungkin dapat dilakukan
dengan tepat karenanya dapat diterima secara
universal karena validitasnya sangat mudah dibuktikan. Tinggi suatu
bangunan dengan mudah dapat diukur dengan centimeter, meter, berat beras dengan
cepat dapat diukur dengan timbangan dan
sebagainya, dimana ketepatan (validitas) maupun keajegan hasil
pengukurannya (reliabilitas) serta obyektivitas hasil pengukurannya tidak lagi
perlu diragukan, karena dengan mudah akan dapat dilakukan pengukuran ulang
dengan hasil yang sama persis.
Sebagai pendidik,
yang menjadi persoalan
kemudian adalah pengukuran hasil
belajar yang termasuk bidang non phisik atau aspek yang bersifat abstrak. Dalam
hal ini pendidik harus paham bahwa
aspek yang bersifat abstrak seperti hasil belajar ini dalam melakukan
pengukuran memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sistematis. Alat yang
biasa digunakan sebagai alat ukur dari hasil belajar adalah tes. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tes merupakan salah satu alat ukur dalam melakukan asesmen
proses dan hasil pembelajaran. Seperti halnya atribut psikologis yang lain
ketika melakukan pengukuran terhadap hasil belajar, tes sebagai alat ukur
mungkin tidak akan pernah dapat menggambarkan hasil dengan validitas dan
reliabilitas ataupun obyektivitas yang sempurna. Untuk itu dalam menyusun tes
sebagai alat ukur hasil belajar perlu dipertimbangkan beberapa permasalahan
yang merupakan keterbatasan dari tes sebagai alat ukur psikologis (Saifuddin,
2005):
1. Langkah
Pokok Mengembangkan Tes
Mengembangkan
tes sebagai instrumen asesmen proses dan
hasil belajar adalah menyusun
alat ukur suatu gejala yang bersifat abstrak yaitu pemahaman dan penguasaan
anak terhadap materi yang berupa seperangkat kompetensi dipersyaratkan, dan
dalam kenyataan di lapangan sebagian
besar tenaga pengajar memang
menggunakan teknik tes sebagai upaya untuk mengukur hasil belajar
tersebut. Karena demikian seringnya pengajar menyusun tes
hasil belajar, justru
sering menimbulkan kecerobohan,
karena menganggap hal ini
sebagai hal yang sudah biasa/umum dilakukan, dan kurang perlu mempersiapkannya
secara cermat. Padahal penyusunan tes, sangat besar
pengaruhnya terhadap siswa yang akan mengikuti tes, untuk mengurangi kesalahan
dalam pengukuran maka tes harus direncanakan secara cermat. Secara umum ada
lima langkah pokok yang harus dilewati yaitu :
a) Perencanaan Tes
Dalam
langkah perencanaan tes ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan guru sebagai
pendidik yaitu :
Ø
Menentukan cakupan materi yang akan diukur
yang menyangkut penetapan cakupan materi dan aspek (ranah) kemampuan
yang akan diukur. Penetapan ini penting mengingat bahwa kemampuan belajar
merupakan proses yg kompleks dan menyangkut pemahaman yang bersifat
abstrak, sehingg harus jelas pada bagian mana cakupan materi yang akan diukur dan dikembangkan dalam
soal tes, langkah ini biasanya dilakukan
dengan menyusun kisi-kisi soal yaitu daftar spesifikasi, Ada tiga langkah dalam
mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem penilaian berbasis kompetensi
dasar, yaitu; (1) Menulis kompetensi dasar, (2) Menulis materi pokok, (3) Menentukan indikator, dan (4)
Menentukan jumlah soal.
Ø
Bentuk
Tes : Pemilihan bentuk
tes akan dapat
dilakukan dengan tepat
bila didasarkan pada tujuan
tes, jumlah peserta
tes, waktu yang
tersedia untuk memeriksa
lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran
yang diujikan. Misalnya, bentuk tes objektif pilihan ganda dan bentuk tes benar
salah cocok digunakan bila jumlah peserta tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan
materi yang diujikan banyak. Bentuk tes objektif lebih cocok digunakan pada
mata pelajaran yang
batasnya jelas, misalnya
mata pelajaran Matematika, Biologi,
dan sebagainya. Dalam
memilih teknik tes mana yang
akan digunakan Pendidik
juga harus mempertimbangkan ciri indikator, contoh, apabila
tuntutan indikator melakukan sesuatu, maka teknik penilaiannya adalah tes
unjuk kerja (performance), sedang
bila tuntutan indikator
berkaitan dengan pemahaman konsep,
maka teknik penilaiannya adalah tes tertulis. Tingkat berpikir yang digunakan dalam mengerjakan
tes harus mencakup mulai yang rendah
sampai yang tinggi, dengan proporsi yang sebanding sesuai dengan jenjang pendidikan.
Ø
Menetapkan panjang Tes : langkah menetapkan panjang tes, meliputi
berapa waktu yang tersedia untuk melakukan tes, hal ini terkait
erat dengan penetapan jumlah item-item tes
yang akan dikembangkan. Apabila oleh pendidik ada materi yang dinilai
lebih penting dan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi, guru bisa
memberikan pembobotan yang berbeda dari setiap soal yang disusun. Ada tiga hal
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal, yaitu bobot
masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang
diinginkan, dan waktu yang tersedia.
b) Menulis Butir Pertanyaan
Setelah
selesai mencermati dan menjabarkan setiap indikator menjadi
diskriptor-diskriptor, dan telah ditetapkan ukurannya, maka pendidik mulai
dapat mengembangkan atau menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi yang
telah ditetapkan. Ada 3 kegiatan pokok dalam menulis butir soal yaitu:
Ø
Menulis draft soal : Menulis soal bagi Anda pasti sudah menjadi
pekerjaan rutin sebelum ulangan, tetapi
seharusnya Anda perlu mencermatinya karena langkah ini juga memerlukan kecermatan dalam memilih
kalimat-kalimat yang mudah dimengerti dan tidak menimbulkan interpretasi ganda.
Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam penulisan butir pertanyaan
yaitu format pertanyaan dan alternatif
jawaban. Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa hal yaitu, (1) apakah
pertanyaan mudah dimengerti? (2) apakah sudah sesuai dengan indikator (3)
apakah tata letak keseluruhan baik? (4) apakah perlu pembobotan (5) apakah kunci jawaban sudah benar?
Ø
Memantapkan Validitas Isi (Content Validity):
Content validity atau validitas isi
pada dasarnya merupakan koefisien yang menunjukkan kesesuaian antara draft tes
yang telah disusun dengan isi dari konsep dan kisi-kisi yang telah disusun, apakah semua
materi telah terjabar dalam item, dan apakah soal yang disusun telah pula sesuai ranah atau kawasan yang akan diukur. Langkah
ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara misalnya diskusi dengan sesama pendidik ataupun dengan cara mencermati kembali substansi dari konsep yang akan
diukur.
Ø Melakukan Uji Coba (try
out) : Mungkin Anda mengira bahwa try out hanya digunakan untuk tes standard
dan tidak perlu dilakukan untuk tes buatan guru. Anggapan itu kurang benar karena uji coba tetap diperlukan dalam
penyusunan tes buatan guru, try
out tidak harus dilakukan secara formal
dan dalam skala besar, yang perlu
Anda perhatikan adalah bahwa try out
dapat dilakukan untuk berbagai kepentingan diantaranya adalah untuk; (1)
Analisis item, (2) Bagaimana rencana pelaksanaan, (3) Memperkirakan
penggunaan waktu pengerjaan, (4) Kejelasan format
tes, (5) Kejelasan petunjuk pengisian,
dan (6) Pemahaman bahasa yang digunakan dsbnya.
Ø
Revisi soal : Hasil dari uji coba kemudian
dilakukan analisis untuk mencari tingkat kesulitan soal dan penggunaan bahasa yang kurang
komunikatif, untuk kemudian dilakukan revisi
sesuai dengan kebutuhan. Misalnya revisi dilakukan untuk; (1) Eliminasi
butir-butir yang jelek, (2) Menambah butir-butir baru, (3) Memperjelas petunjuk, dan (4) Memodifikasi format
dan urutan, dsbnya.
c) Melakukan pengukuran dengan tes
Ada beberapa
langkah yang harus diperhatikan pada saat menyelenggarakan tes untuk siswa
yaitu :
Ø
Menjaga
obyektivitas pelaksanaan tes:
Kegiatan pengukuran yang
berupa penyelenggaraan
tes juga sudah menjadi kegiatan Anda sehari-hari, meskipun demikian pendidik tetap harus menjaga obyektifitas,
baik dalam pengawasan, menjaga
kerahasiaan soal, dan berbagai kode etik penyelenggaraan tes yang lain. Setelah ujian dilaksanakan maka langkah berikut
adalah koreksi, dan interpretasi dari
hasil ujian tersebut, untuk kemudian berdasar data hasil analisis tersebut akan
diambil keputusan dalam berbagai kepentingan.
Ø
Memberikan skor pada hasil tes: Yaitu
memeriksa hasil jawaban dari para siswa, untuk memberikan skor/angka sebagai
penghargaan terhadap setiap poin soal yang dapat dikerjakan, hasilnya berupa angka yang
disebut skor mentah, angka
yang menunjukkan berapa
soal yang bisa
dijawab benar oleh
siswa. Penentuan jumlah soal yang bisa dijawab benar ini tidak menjadi
masalah untuk tes obyektif. Namun
untuk bentuk soal tes uraian masalah ini akan menjadi persoalan, karena setiap siswa akan
mengemukakan argumentasi yang berbeda-beda untuk menjawab soal dan permasalahan tes.
Sehingga dalam melakukan langkah ini harus pula dijaga obyektivitas dengan selalu menggunakan kunci
jawaban dan indikator keberhasilan.
Ø
Melakukan Analisis Hasil Tes : Setelah
semua pekerjaan siswa dikoreksi langkah berikutnya adalah melakukan analisis
terhadap skor hasil tes. Materi tentang ini akan secara khusus dibahas pada
UNIT 6.
2. Mengembangkan
Tes Sebagai Instrumen Asesmen
Setelah
membahas langkah-langkah pokok
yang seharusnya dilakukan dalam pelaksanaan tes. Dengan tetap
mengacu pada langkah-langkah pokok tersebut, berikut ini
akan dikemukakan langkah-langkah detail
yang diharapkan dapat menuntun Anda mengembangkan tes sebagai
instrumen asesmen di kelas.
a.
Menjabarkan
Kompetensi Dasar ke dalam Indikator Pencapaian Hasil Belajar.
Kegiatan ini,
dalam langkah kegiatan
umum masuk dalam
langkah “menentukan cakupan materi
yang akan diukur”. Indikator merupakan ukuran,
karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi /
menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti: menyebutkan,
memberikan contoh:mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, mempraktekkan, mendemonstrasikan. Sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka indikator pencapaian
hasil belajar dikembangkan oleh pendidik dengan memperhatikan perkembangan
dan kemampuan setiap peserta didik, keluasan dan kedalaman kompetensi
dasar, dan daya dukung sekolah, misalnya kemampuan guru dan sarana atau
perasarana penunjang. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi
beberapa indikator pencapaian hasil belajar. Indikator-indikator pencapaian
hasil belajar dari setiap
kompetensi dasar merupakan acuan yang
digunakan untuk menyusun butir
tes.
b.
Menetapkan
Jenis Tes dan Penulisan Butir Soal.
Setelah Anda
menjabarkan standar kompetansi, kompetensi dasar, dan indikator keberhasilannya, maka Anda mulai dapat
menetapkan indikator yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi tersebut
sebaiknya dapat diukur dengan menggunakan alat ukur apa, bila ditetapkan tes,
akan pula dapat ditetapkan jenis tes yang mana. Di samping itu pemilihan bentuk
tes akan dapat dilakukan dengan tepat bila didasarkan pada tujuan tes, cakupan
materi tes, karakteristik mata pelajaran yang diukur pencapaiannya, jumlah
peserta tes, termasuk
waktu yang tersedia
untuk memeriksa lembar jawaban tes. Dalam menyusun instrumen penilaian
tertulis perlu dipertimbangkan; (1) Materi, misalnya kesesuian soal dengan kompetensi
dasar dan indikator pencapaian pada
kurikulum tingkat satuan
pendidikan, (2) Konstruksi, misalnya rumusan soal atau
pertanyaan harus jelas dan tegas, (3) Bahasa, misalnya rumusan soal tidak
menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda, dan (4) Kaidah
Penulisan, harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku dari berbagai
bentuk soal penilaian. Rancangan penilaian ini diinformasikan kepada siswa pada
awal pertemuan (awal semester). Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan
guru semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip-prinsip penilaian.
D. MENGEMBANGKAN
TES PADA KAWASAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTOR
Mungkin
masih ada anggapan bahwa tes tertulis khususnya dalam bentuk tes
obyektif hanya cocok untuk mengukur pencapaian hasil belajar pada kawasan
kognitif saja. Anggapan itu tidak
bisa dibenarkan karena dengan pemahaman yang tinggi terhadap cakupan materi
maupun teknik evaluasi, pendidik akan dapat mengembangkan tes tertulis yang
dapat meliput dua kawasan yang lain yaitu afektif maupun psikomotor.
1.
Mengembangkan Tes pada Domain Kognitif
Pada dasarnya
akan sangat mudah
mengembangkan tes untuk
mengukur indikator pencapaian hasil belajar pencapaian kawasan (domain) kognitif, hampir semua jenis tes
dengan berbagai bentuk soal dapat digunakan untuk mengukur kawasan ini seperti misalnya :
a.
Tes Lisan
Pertanyaan secara lisan
masih sering digunakan untuk mengukur daya serap peserta didik
pada kawasan kognitif.
Yang perlu Anda
ingat tes lisan
harus disampaikan dengan jelas, dan semua peserta didik harus diberi
kesempatan yang sama. Beberapa prinsip
yang harus dipedomani
adalah memberi waktu
untuk berpikir, baru menunjuk peserta untuk menjawab pertanyaan. Tingkat
berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan
dan pemahaman. Jawaban salah satu siswa harus dikembalikan ke forum kelas untuk
ditanggapi siswa
yang lain.
b.
Tes Pilihan Ganda
Ketika Anda
mengembangkan tes pilihan ganda
hendaknya memperhatikan sepuluh pedoman penulisannya yaitu: (1) soal harus
jelas, (2) isi pilihan jawaban homogen dalam arti isi, (3) panjang kalimat
pilihan jawaban relatif sama, (4) tidak ada petunjuk jawaban benar, (4) hindari mengggunakan pilihan jawaban
“semua benar “ atau “semua salah”, (6) pilihan jawaban angka diurutkan, (7)
pilihan jawaban logis dan tidak menggunakan negatif ganda, (8) kalimat yang digunakan sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta tes, (9) menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan baku, dan (10) letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
c.
Bentuk
Tes uraian Obyektif
Bentuk ini
tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA, karena kunci jawabannya hanya
satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau langkahlangkah tertentu.
Setiap langkah ada skornya. Objektif disini dalam arti apabila diperiksa oleh
beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya akan sama.
Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah, tafsirkan, buat
kesimpulan dsbnya.
d.
Bentuk
Tes Uraian
Tes ini menuntut siswa menyampaikan,
memilih, menyusun, dan memadukan gagasan dan ide-idenya dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang
rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hapalan sampai dengan evaluasi.
Kelemahan bentuk tes ini adalah : (1) penskoran sering dipengaruhi oleh
subjektivitas penilai, (2) memerlukan waktu yang lama
untuk melakukan koreksi, (3)
cakupan materi yang
diujikan sangat terbatas, (4) dan
adanya efek bluffing. Untuk menghindari kelemahan tersebut cara yang ditempuh
adalah: (a) jawaban tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banyak,
(b) tidak melihat nama peserta ujian, (c) memeriksa tiap butir secara
keseluruhan, dan (d) menyiapkan pedoman penskoran.
e.
Bentuk
Tes jawaban Singkat
Tes ini
mengharuskan siswa menuliskan jawaban singkatnya sesuai dengan petunjuk. Ada
tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau
isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Ketika Anda menyusun tes bentuk
ini perhatikan keharusannya yaitu; (1) soal mengacu pada indikator, (2) rumusan
kalimat soal harus komunikatif, dan (3) tidak menimbulkan interpretasi ganda.
f.
Bentuk Tes
Menjodohkan
Pengerjaan
tes ini dilakukan dengan menjodohkan atau memasangkan suatu premis dengan
daftar kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing
premis itu dengan satu kemungkinan jawaban. Bila Anda menuliskan soal bentuk
ini perhatikan bahwa: (1) soal harus sesuai dengan indikator, (2) jumlah
alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis, (3) alternatif jawaban
berhubungan secara logis dengan premisnya, (4) rumusan kalimat soal harus
komunikatif, dan (5) butir soal menggunakan Bahasa Indonesiayang baik dan
benar.
g. Bentuk Tes Unjuk Kerja (Performance)
Tes bentuk
ini sering pula diklasifikasikan dalam
bentuk penilaian autentik atau penilaian
alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan
masalah-masalah di kehidupan nyata.
2.
Mengembangkan Tes pada Domain Afektif
Pengembangan
tes pada domain afektif ini, untuk beberapa fokus sikap diantaranya adalah :
1) Sikap terhadap mata pelajaran
Tes sikap
terhadap mata pelajaran
dapat diberikan pada
awal atau akhir program
agar siswa memiliki sikap yang
lebih baik pada suatu mata pelajaran. Perlu dilakukan tindakan bila sebagian besar siswa bersikap negatif
pada mata pelajaran tertentu.
2)
Sikap
positif terhadap belajar
Siswa diharapkan
memiliki sikap yang
baik terhadap belajar.
Siswa yang memiliki sikap positif
terhadap belajar cenderung menjadi pembelajar pada masa depan.
3)
Sikap terhadap diri sendiri
Meskipun
harga diri siswa dipengaruhi oleh keluarga dan kejadian di luar sekolah,
hal-hal yang terjadi di kelas diharapkan dapat meningkatkan harga diri siswa.
4)
Sikap
positif terhadap perbedaan
Siswa perlu
mengembangkan sikap yang lebih toleran dan menerima perbedaan seperti
etnik, jender, kebangsaan dan keagamaan.
5)
Sikap
terhadap permasalahan faktual yang ada di sekitarnya
Penilaian
afektif juga dapat melihat fokus nilai semacam kejujuran, integritas, keadilan,
dan nilai kebebasan. Fokus penilaian afektif dapat dikenakan terhadap
permasalahan-permasalahan aktual di sekitar siswa.
Penilaian
sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik antara lain: observasi
perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Hasil observasi perilaku dapat
dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Perilaku adalah kecenderungan
seseorang dalam sesuatu hal.
Pada tes ini
biasanya digunakan dengan memanfaatkan skala likert. Langkah-langkah dalam menyusun
skala likert antara lain adalah: (1) Memilih variabel afektif yang akan diukur;
(2) Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang dimaksudkan; (3) Mengklasifikasikan pernyataan positif
atau negatif; (4) Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat
menjadi alternatif pilihan; (5) Menyusun
pernyataan dan pilihan jawaban menjadi
sebuah alat penilaian; (6)
Melakukan ujicoba; (7) Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik; dan
(8) Melaksanakan penilaian.
3.
Mengembangkan Tes pada Domain Psikomotor
Pada
umumnya pelajaran yang termasuk kelompok psikomotor adalah mata pelajaran yang
indikator keberhasilan yang
lebih beorientasi pada
gerakan dan menekankan pada
reaksi-reaksi fisik atau
keterampilan tangan. Hasil
belajar psikomotor dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: (1)
specific responding, siswa baru mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik,
yang dapat didengar, dilihat, atau diraba, misalnya memegang raket, memegang
bed untuk tenis meja dsb. dan (2) motor
chaining, siswa sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan
dasar menjadi satu
keterampilan gabungan, misal
memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka
sorong. Pada tingkat
rule using siswa
sudah dapat menggunakan
hukum-hukum dan atau pengalaman-pengalaman untuk melakukan keterampilan yang
komplek, misal bagaimana memukul bola
yang tepat agar dengan tenaga yang sama namun hasilnya
lebih keras. Gagne (1977) berpendapat bahwa ada 2 kondisi yang dapat
mengoptimalkan hasil belajar keterampilan yaitu kondisi internal dan eksternal.
Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) mengingatkan
kembali sub-sub keterampilan yang sudah dipelajari dan (b) mengingatkan
prosedur-prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasainya. Untuk
kondisi eksternal dapat dilakukan dengan: (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c)
demonstrasi, (d) praktik, dan (e) umpan balik.
Soal
untuk ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah
dijabarkan menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan
menjadi 3 sampai dengan 6 butir kompetensi dasar. Selanjutnya setiap butir
kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 3 sampai dengan 6 indikator dan
setiap indikator harus dapat dibuat lebih dari satu butir soal. Namun, ada
kalanya satu butir soal ranah psikomotor terdiri dari beberapa indikator.
Instrumen psikomotor ini terdiri dari dua macam, yaitu (1) soal dan (2)
lembar yang digunakan
untuk mengamati dan menilai jawaban siswa terhadap soal tersebut.
1)
Menyusun Soal
Menyusun soal
dapat diawali dengan
mencermati kisi-kisi instrumen psikomotor yang
telah dibuat. Soal
harus dijabarkan dari
indikator dengan memperhatikan
materi pokok dan pengalaman belajar. Namun adakalanya soal ranah psikomotor
untuk ujian blok yang biasanya sudah
mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2)
Menyusun
Lembar Observasi dan Lembar Penilaian
Lembar
observasi dan lembar penilaian harus mengacu pada soal. Soal atau lembar tugas
atau perintah kerja inilah yang selanjutnya dijabarkan menjadi aspekaspek
keterampilan. Lembar observasi pada tes unjuk kerja dapat Anda cermati juga
pada UNIT 5.
Teknik
asesmen, pendekatan, dan metode pembelajaran serta hasil belajar pada semua
ranah merupakan hal yang tak terpisahkan satu dengan yang lain karena semua di
desain untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Pertanyaan yang kemudian
muncul adalah : Sejauhmana pola pembelajaran
mampu mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.
Pedoman Penilaian Depdiknas (2006) memvisualkan gambaran tersebut dalam Tabel
berikut untuk mempermudah Anda mencermati keterkaitan ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam Penilaian.
E. KESIMPULAN
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan
pertanyaan yang harus dijawab,
pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu
dari peserta tes. Jenis-jenis tes dapat dikelompokkan
menjadi beberapa model klasifikasi yaitu :
ü
Pembagian
jenis Tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan.
ü Jenis Tes berdasarkan waktu
penyelenggaraan.
ü Pembagian jenis tes berdasarkan cara
mengerjakan.
ü Pembagian jenis Tes berdasarkan cara
Penyusunan.
ü
Pembagian
jenis Tes berdasarkan bentuk jawaban.
Mengembangkan
Tes sebagai instrumen asesmen proses dan
hasil belajar adalah menyusun
alat ukur suatu gejala yang bersifat abstrak yaitu pemahaman dan penguasaan
anak terhadap materi yang berupa
seperangkat kompetensi dipersyaratkan. Untuk dapat mengembangkan tes yang baik
perlu diperhatikan langkah pokok mengembangkan Tes yang meliputi:
1.
Perencanaan Tes
a. Menentukan cakupan materi yang akan
diukur
b. Memilih bentuk tes
c. Menetapkan panjang tes
2. Menulis Butir Pertanyaan
a. Menulis draft soal
b. Memantapkan validitas isi (Content
Validity)
c. Melakukan uji-coba (try out)
d. Revisi soal
3. Melakukan pengukuran dengan tes
a. Menjaga obyektivitas pelaksanaan
b. Memberikan skor pada hasil tes
c. Melakukan analisis hasil tes
1 komentar:
tinjauan pustakanya mana?
Posting Komentar